Tulisan ini dibuat dari perspektif/ sudut pandangan masyarakat umum (baca: Masyarakat Pembayar Pajak) namun tak terlepas dari subjektif penulis sebagai Konsultan Pajak. Kasus Pajak yang mencuat dari waktu ke waktu, sebagai contoh yang aktual saat ini penyelidikan jumlah Harta fantastis pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo yang sangat heboh dan kasus-kasus sebelumnya, sering bahkan selalu dikaitkan keterlibatan konsultan Pajak, sebenarnya siapa yang disebut konsultan Pajak? Semua orang dapat dengan bebas mengklaim dirinya dengan sebutan sebagai konsultan Pajak.
Berbeda dengan Profesi lain misalnya Akuntan, Advokat, dokter, tidak sembarang orang dapat mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah Akuntan, advokat, atau dokter, karena ada ancaman pidana yang diatur dengan undang-undang. Jadi disini jelas keberadaan undang-undang tersebut melindungi masyarakat luas atas potensi kerugian mal praktik yang diderita masyarakat luas akibat setiap orang dengan bebas dapat mengaku seakan berkompeten secara sah menyandang predikat profesi yang dimaksud.
Apa yang terjadi di masyarakat? Umumnya tidak semua masyarakat memahami dan dapat membedakan mana konsultan pajak yang memang secara sah diakui oleh Negara. Tidak adanya Undang-Undang Tentang Konsultan Pajak dapat dimanfaatkan oleh siapa saja mengklaim bahwa dirinya adalah seorang Konsultan Pajak, bebas sekali!, karena tidak ada Undang-Undang yang melarang atau memberikan sanksi atas itu, sangat berbeda sekali dengan Profesi yang penulis sebutkan diatas bukan?
Profesi Konsultan Pajak saat ini hanya diatur sebatas pada peraturan Menteri Menteri Keuangan, , tentang sejarah, peran konsultan pajak dapat dibaca di buku Jajak Pajak tulisan dari Toto S.E.,M.H. Profesi Konsultan Pajak saat ini berada dibawah pembinaan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, sama seperti profesi Akuntan. Kalau profesi Akuntan sudah sejak lama memiliki Undang-undang mengapa untuk Konsultan Pajak tidak? Bukan hanya masyarakat umum yang memerlukan UU tentang Konsultan Pajak, tapi dalam hal ini Pemerintah juga memerlukan, faktanya Profesi Konsultan Pajak juga ditarik Pembinaannya dari DJP ke Pusat Pembinaan Profesi Keuangan.
Dengan UU tentang Konsultan Pajak, kerugian Negara akibat perilaku koruptif seorang mengaku berpredikat sebagai Konsultan Pajak secara tidak sah dapat diminimalisir dan selain itu juga negara hadir melindungi peran profesi konsultan pajak yang telah menjadi mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak dalam membantu wajib pajak melaksanakan hak dan menjalankan kewajibannya.
Perlunya UU tentang Konsultan Pajak ini juga sudah di inisasi dan digulirkan oleh anggota Komisi XI DPR RI Bapak Misbakun, namun entah mengapa tidak masuk skala prioritas program pembentukan undang-undang (proglenas).
Bahwa ada beberapa oknum Konsultan Pajak yang berperilaku menyimpang /melanggar hukum ini menunjukkan bahwa justru UU tentang Konsultan Pajak diperlukan oleh negara untuk mengatur profesi ini, Bagi profesi Konsultan Pajak yang anggotanya ribuan, Tidak fair jika profesi ini diberi stigma negatif akibat perilaku segelintir oknum tersebut, dan menafikkan kontribusi Konsultan pajak kepada masyarakat dan negara. Konsultan Pajak telah hadir lebih dari setengah abad di bumi tercinta ini, organisasi tertua, terbesar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) bahkan sudah akan memasuki usia ke 68 tahun. Semoga tulisan ini bisa sampai dan terbaca oleh Bapak Presiden dan/atau Ketua Partai dan para wakil Rakyat untuk merampungkan RUU Konsultan Pajak menjadi UU yang sudah lama dinanti.
Baca : syarat menjadi Konsultan Pajak