Spread the love
kuasa wajib pajak siapa pihak lain

[post-views]

Ketentuan mengenai Kuasa wajib pajak diatur dalam Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 32. Pasal 32 ayat (3)  berbunyi “Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.***)

Ayat (3a) berbunyi: “ Seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua”. ******). Pengaturan lebih lanjut mengenai Kuasa wajib pajak diatur dalam Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2022 (PP 50/2022) tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Bunyi PP 50/2022 pasal 51 tesebut adalah sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak dapat menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  2.  Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    • a. konsultan pajak;
    • b. pihak lain; atau
    • c. keluarga.
  3. Seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali keluarga.

Dari bunyi pasal 51 ayat (2) huruf b, terdapat frasa “pihak lain”, ini siapa yang dimaksud pihak lain? di lihat dalam bagian penjelasan PP 50/2022 tersebut, hanya ditulis cukup jelas. Padahal makna “pihak lain” disini tidak ada rumusan yang jelas.  Pihak lain ini bisa ditafsirkan jadi luas dan siapa saja sepanjang mempunyai kompetensi dalam bidang perpajakan. Secara teori, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi kejelasan tujuan; kelembagaan; kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; dapat dilaksanakan; efektivitas dan efisiensi; kejelasan rumusan; dan keterbukaan. Mungkin ada ahli perundangan yang bisa meluruskan jika pendapat penulis tidak tepat, silakan tulis dikolom komentar.

Aturan Pelaksanaan Pasal 51 PP 50/2022 masih ditunggu dan sedang berproses, sehingga saat ini masih berlaku Peraturan Kementerian Keuangan nomor 229/PMK.03/2014 (PMK 229/2014) tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak Kewajiban Dan Kewajiban Seorang Kuasa.

Persyaratan Seorang Kuasa.

Kuasa wajib Pajak adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.  seroang kuasa yang dimaksud adalah : Konsultan Pajak dan Karyawan Wajib Pajak.

Konsultan Pajak

Konsultan pajak dapat menerima kuasa dari Wajib Pajak orang pribadi dan/atau Wajib Pajak badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Konsultan pajak sebagai seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan apabila memiliki izin praktik konsultan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk.

Karyawan Wajib Pajak

Sementara Karyawan Wajib Pajak dapat menerima kuasa dari Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sepanjang merupakan karyawan tetap dan masih aktif. Pengertian karyawan tetap masih aktif adalah masih bekerja menerima penghasilan dari Wajib Pajak yang dibuktikan dengan daftar karyawan tetap yang dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dilaporkan.

Karyawan Wajib Pajak sebagai seorang kuasa dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan apabila memiliki:

  1. sertifikat brevet di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan kursus brevet pajak;
  2. ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan, sekurang-kurangnya tingkat Diploma III, yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta dengan status terakreditasi A; atau
  3. sertifikat konsultan pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak.

Jadi syarat  Karyawan untuk menjadi Kuasa wajib pajak tersebut diatas adalah syarat yang bukan kumulatif, artinya jika memenuhi salah satu dari tiga syarat diatas maka karyawan Wajib pajak dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Namun ketentuan PMK 229/2014 khusus pembatasan yang mengatur siapa yang dapat menjadi kuasa hukum saat ini tidak hanya konsultan pajak dan karyawan wajib pajak. Hal ini dikarenakan adanya uji materi terhadap Pasal 3a. UU KUP  yaitu “ Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana diatur  pada ayat (3) diatur dengan  atau berdasarkan Peraturan Menteri keuangan.***)

 Uji Materi materi terhadap Pasal 3a. UU KUP 

Dalam perjalannya Pasal 3a ini dilakukan uji materi (judicial review) oleh seorang Advokat, Kurator, Mediator Petrus Bala Pattyona S.H. M.H. C.L.A, masalah yang di persoalkan pemohon adalah masalah pendelegasian kewenangan dalam pasal 32 ayat (3a) UU KUP bertentangan dengan UUD 1945. Namun persepsi masyarakat bahwa latar belakang uji materi tersebut dipicu oleh ditolaknya yang bersangkutan sebagai kuasa wajib pajak tak dapat dihindarkan.  Sebagaimana kita tahu bahwa pendelegasian pasal 3a tersebut adalah menyangkut PMK No. 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak Kewajiban Dan Kewajiban Seorang Kuasa.

Pada intinya putusan MK nomor 63_PUU-XV_2017 mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dan menyatakan frasa “pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa” dalam Pasal 32 ayat (3a) UU KUP bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis-administratif dan bukan pembatasan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga negara.

Dengan adanya putusan MK ini, dengan sendirinya pasal 3a  diubah sbb:

UU KUP semula (UU 28/2007) Perubahan
  Pasal 32 Ayat 3a Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagai mana diatur  pada ayat (3) di atur dengan  atau berdasarkan Peraturan Menteri keuangan. ***) Seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua. ******)

Jika disimak dalam PP 51/2022  ini tidak ada pasal pendelegasian tentang pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa di atur dengan  atau berdasarkan Peraturan Menteri keuangan. Kenapa begitu ? padahal pengaturan di PP 51/2022  banyak pasal pengaturan lebih lanjut, misalnya : Pasal 5 ayat (7),   pasal 6 ayat (8) dst. mengapa demikian? ada yang tahu silakan bisa dikomentari.

Equal Treatment

Diatur pula dalam pasa 53 PP 51/2022, Menteri dapat mengatur pembinaan, pengembangan, dan/ atau pengawasan konsultan pajak dan pihak lain yang bertindak sebagai kuasa Wajib Pajak untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kalau untuk konsultan Pajak terdaftar pada asosiasi jelas pembinaan dan pengawasannya dan sudah berjalan selama ini.  Kalau pihak lain itu bagaimana bentuk pembinaan dan pengawasanya?  

Pertanyaan selanjutnya apakah pihak lain yang menjadi kuasa tersebut dapat memberikan jasa perpajakan yang lain seperti Konsultan Pajak? Jika menjadi kuasa wajib pajak tentu memberi juga konsultansi kepada Wajib Pajak. (lihat definisi Konsultan Pajak pada PMK PMK 229/2014).

Hal Ini harus diatur diengan tegas dan jelas dan non diskriminatif , jika tidak apa bedanya Konsultan pajak dengan Pihak lain ?  Mengutip Pernyataan Ketua Umum IKPI Dr. Ruston Tambunan, Ak, CA., S.H., M.Si, M.Int.Tax “jangan sampai terjadi perlakuan yang tidak equal” antara Konsultan Pajak dan pihak lain dimaksud. Kalau Konsultan Pajak diatur lewat suatu Peraturan Menteri Keuangan.  Saat ini diatur dengan PMK No 175/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas PMK 111/2014 tentang Konsultan Pajak dengan segala persyaratan dan kewajibanya. Pihak lain dimaksud haruslah diatur juga sperti itu. (baca : syarat Konsultan Pajak)

Saat ini Konsultan Pajak berada dibawah Pengawasan dan Pembinaan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) Kementerian Keuangan. Maka pihak lain itu tersebut harus juga patuh untuk dibina dan diawasi oleh Kementerian keuangan c.q. P2PK, harus terdaftar dalam SiKop, harus menyampaikan laporan tahunan, memenuhi SKPPL, lulus ujian sertifikasi yang diselenggarakan oleh KP3SKP dan seterusnya.

Pihak lain menurut hemat penulis sudah seharusnya orang yang harus berhimpun pada profesi tertentu sehingga bentuk pengawasanya akan menjadi mudah. Profesi apakah itu ? misal  advokat, akademisi sepanjang tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Jadi pihak lain ini haruslah mempunyai batasan. Tapi sayangnya batasan ini tidak diatur di undang-undang. Karena aturan dibawah undang-undang tidak dapat membatasi hak tersebut sebagaimana pertimbangan dari MK ( baca Putusan MK  63_PUU-XV_2017.

Fenomena Kursus Brevet Pajak Kilat

Pasca putusan MK sebagaimana diuraikan diatas, banyak bermunculan kursus kiliat berevet pajak yang “instant” yang dalam hitungan hari sudah bisa didapatkan sertifikat keahlian pajak dengan gelar atau sebutan yang cukup keren. Dengan berbekal sertifikat tersebut sudah dapat menjadi kuasa wajib pajak bahkan kuasa  hukum di Pengadilan Pajak.

Simpulan

Diperlukan suatu standar kompetensi bagi pihak lain tersebut untuk menjadi kuasa Wajib Pajak dan tentunya regulas khusus yang mengatur “pihak lain” tersebut. Misalnya untuk mendapatkan pengetahuan perpajakan boleh dimana saja tapi harus memiliki sertifikasi dari lembaga atau Panitia ujian sertifikasi yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan, serta jangan lupa perlakuan yang “Equal Treatment”

Catatan kaki:

    • *) :Perubahan Pertama (UU Nomor 9 Tahun 1994) Tanggal Berlaku: 1 Januari 1995

    • **) :Perubahan Kedua (UU Nomor 16 Tahun 2000) Tanggal Berlaku: 1 Januari 2001

    • ***) :Perubahan Ketiga (UU Nomor 28 Tahun 2007) Tanggal Berlaku: 1 Januari 2008

    • ****) :Perubahan Keempat (UU Nomor 16 Tahun 2009) Tanggal Berlaku: 25 Maret 2009

    • *****) :Perubahan Kelima (UU Nomor 11 Tahun 2020) Tanggal Berlaku: 2 November 2020

    • ******) :Perubahan Keenam (UU Nomor 7 Tahun 2021) Tanggal Berlaku: 29 Oktober 2021

Penulis : Suwardi Hasan, tulisan ini sudah pernah dimuat di htttps://kkpbnk.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :